DAFTAR ISI
HALAMAM JUDUL
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Suku Bugis di Indonesia
B. Letak Geografis Makassar
C.
Bahasa suku Bugis
D. Kesenian Suku Bugis
E. Makanan Khas
F. Sistem Kepercayaan Kebudayaan Suku Bugis
Makassar
G. Sistem Kekerabatan Kebudayaan Suku Bugis
Makassar
I. Pakaian adat Suku Bugis
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam jiwa manusia terdapat keindahan yang
melekat secara utuh, naluri yang tertanam akan budaya ataupun kebudayaan,
segala bentuk yang membuat manusia itu hidup tertata dalam masyarakat adalah
budaya itu sendiri yang dimana setiap manusia wajib melestarikan budaya demi
kesejahteraan dalam hidup bermasyarakat. Dengan melestarikan budaya nasional,
warga Indonesia mampu mencerminkan jati diri bangsa Indonesia yang bersumber
terhadap keselarasan jiwa setiap masyarakatnya, untuk itulah manusia yang ideal
harus menganggap budaya sebuah hal yang intens.
Dari berbagai definisi budaya yang
terbilang banyak, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu
yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan
yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah
benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata (konkrit), misalnya
pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni,
dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Dalam makalah ini akan dibahas yakni
sistem sosial budaya suku bugis Makassar dalam konteks hidup dan perkembangan
atau ciri khas mereka.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan
sistem kepercayaan suku bugis?
2.
Bagaimana bentuk sistem
kekerabatan suku bugis ?
C. Tujuan
1.
Menambah wawasan dan
pengetahuan tentang sistem sosial budaya bugis Makassar.
2.
Memenuhi tugas IPS.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Suku Bugis di Indonesia
Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam
suku-suku Deutero Melayu. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama
dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata “Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang
berarti orang Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina
yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi.
Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan
dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai
To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah
ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari
Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan
beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia
dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio.
Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan
di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam
tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi
masyarakat Luwuk, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi
seperti Buton.
Perkembangan
Dalam perkembangannya, komunitas ini
berkembang dan membentuk beberapa kerajaan. Masyarakat ini kemudian
mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara, dan pemerintahan mereka sendiri.
Beberapa kerajaan Bugis klasik antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa,
Sawitto, Sidenreng dan Rappang. Meski tersebar dan membentuk suku Bugis, tapi
proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan Makassar dan
Mandar.
Saat ini orang Bugis tersebar dalam
beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Sinjai, Barru.
Daerah peralihan antara Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros,
Pangkajene Kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten
Polmas dan Pinrang. Kerajaan Luwu adalah kerajaan yang dianggap tertua bersama
kerajaan Cina (yang kelak menjadi Pammana), Mario (kelak menjadi bagian
Soppeng) dan Siang (daerah di Pangkajene Kepulauan)
B. Letak Geografis Makassar
Kota Makassar mempunyai posisi strategis
karena berada di persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara
dalam propinsi di Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur
Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah selatan Indonesia. Dengan kata
lain, wilayah kota Makassar berada koordinat 119 derajat bujur timur dan 5,8
derajat lintang selatan dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter
dari permukaan laut. Kota Makassar merupakan daerah pantai yang datar dengan
kemiringan 0 - 5 derajat ke arah barat, diapit dua muara sungai yakni
sungai.Tallo yang bermuara di bagian utara kota dan sungai Jeneberang yang
bermuara di selatan kota. Luas wilayah kota Makassar seluruhnya berjumlah
kurang lebih 175,77 Km2 daratan dan termasuk 11 pulau di selat Makassar
ditambah luas wilayah perairan kurang lebih 100 Km².
C.
Bahasa suku Bugis
Membahas tentang bahasa Bugis
adalah hal yang sangat kompleks, namun sesuai dengan permintaan Bang Atta, aku berupaya mencari
literatur tentang itu.Adalah suatu kehormatan besar memenuhi permintaan seorang
sahabat yang masih satu Anchestor.
Namun sebelum itu saya mulai dari pengenalan aksara bugis itu sendiri, yang
dikenal dengan nama Lontara.
Lontara Bugis-Makassar merupakan sebuah
huruf yang sakral bagi masyarakat bugis klasik. Itu dikarenakan epos la
galigo di tulis menggunakan huruf lontara. Huruf lontara tidak hanya
digunakan oleh masyarakat bugis tetapi huruf lontara juga digunakan oleh
masyarakat makassar dan masyarakat luwu. Yah dahulu kala para penyair-penyair
bugis menuangkan fikiran dan hatinya di atas daun lontara dan dihiasi dengan
huruf-huruf yang begitu cantik sehingga tersusun kata yang apik diatas daun
lontara dan karya-karya itu bernama I La Galigo. Bahasa Bugis merupakan bahasa
yang digunakan etnik Bugis di Sulawesi Selatan, yang tersebar di kabupaten
sebahagian Kabupaten Maros, sebahagian Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota
Pare-pare, Kabupaten Pinrang, sebahagian kabupaten Enrekang, sebahagian
kabupaten Majene, Kabupaten Luwu, Kabupaten Sidenrengrappang, Kabupaten
Soppeng,Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba,
dan Kabupaten Bantaeng. Masyarakat Bugis memiliki penulisan tradisional memakai
aksara Lontara. Pada dasarnya, suku kaum ini kebanyakannya beragama Islam Dari
segi aspek budaya, suku kaum Bugis menggunakan dialek sendiri dikenali sebagai
‘Bahasa Ugi’ dan mempunyai tulisan huruf Bugis yang dipanggil ‘aksara’ Bugis.
Aksara ini telah wujud sejak abad ke-12 lagi sewaktu melebarnya pengaruh Hindu
di Kepulauan Indonesia.
D. Kesenian Suku Bugis
Alat musik:
1.
Kacapi (kecapi)
Salah satu alat musik petik tradisional
Sulawesi Selatan khususnya suku Bugis, Bugis Makassar dan Bugis Mandar.
Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut,
sehingga bentuknya menyerupai perahu yang memiliki dua dawai,diambil
karena penemuannya dari tali layar perahu. Biasanya ditampilkan pada acara
penjemputan para tamu, perkawinan, hajatan, bahkan hiburan pada hari ulang
tahun.
2.
Sinrili
Alat musik yang mernyerupai biaola cuman
kalau biola di mainkan dengan membaringkan di pundak sedang singrili di
mainkan dalam keedaan pemain duduk dan alat diletakkan tegak di depan
pemainnya.
3.
Gendang
Musik perkusi
yang mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat panjang dan bundar seperti rebana.
4.
Suling
Suling
bambu/buluh, terdiri dari tiga jenis, yaitu:
·
Suling panjang (suling lampe),
memiliki 5 lubang nada. Suling jenis ini telah punah.
·
Suling calabai (Suling
ponco),sering dipadukan dengan piola (biola) kecapi dan dimainkan bersama penyanyi
·
Suling dupa samping (musik
bambu), musik bambu masih terplihara di daerah Kecamatan Lembang. Biasanya
digunakan pada acara karnaval (baris-berbaris) atau acara penjemputan tamu.
Seni Tari
1.
Tari pelangi; tarian
pabbakkanna lajina atau biasa disebut tari meminta hujan.
2.
Tari Paduppa Bosara; tarian
yang mengambarkan bahwa orang Bugis jika kedatangan tamu senantiasa
menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan kehormatan
3.
Tari Pattennung; tarian adat
yang menggambarkan perempuan-perempuan yang sedang menenun benang menjadi
kain. Melambangkan kesabaran dan ketekunan perempuan-perempuan Bugis.
4.
Tari Pajoge’ dan Tari Anak
Masari; tarian ini dilakukan oleh calabai (waria), namun jenis tarian ini
sulit sekali ditemukan bahkan dikategorikan telah punah.
5.
Jenis tarian yang lain adalah
tari Pangayo, tari Passassa ,tari Pa’galung, dan tari Pabbatte (biasanya di
gelar padasaat Pesta Panen).
E. Makanan Khas
1.
Coto makassar
2.
Konro
3.
Sop saudara
4.
Pisang epe’
5.
Pisang ijo
6.
Palu bassah
7.
Pala butung
8.
Nasu palekko (bebek)
F. Sistem Kepercayaan Kebudayaan Suku Bugis
Makassar
Orang Bugis-Makassar lebih banyak tinggal
di Kabupaten Maros dan Pangkajene Propinsi Sulawesi Selatan. Mereka merupakan
penganut agama Islam
yang taat. Agama Islam masuk ke daerah ini sejak abad ke-17. Mereka dengan
cepat menerima ajaran Tauhid. Proses islamisasi di daerah ini dipercepat dengan
adanya kontak terus-menerus dengan pedagang-pedagang melayu Islam yang sudah
menetap di Makassar. Pada zaman pra-Islam, religi orang Bugis-Makassar, seperti
tampak dalam Sure’ Galigo, mengandung suatu kepercayaan kepada satu dewa
tunggal yang disebut dengan beberapa nama, yaitu:
1.
Patoto-e, yaitu Dia yang
menentukan nasib.
2.
Dewata Seuwa-e, yaitu Dewa
yang tunggal.
3.
Turie a’rana, yaitu Kehendak
yang tertinggi.
Sisa-sisa kepercayaan ini masih terlihat
pada orang To Lotang di Kabupaten Sindenreng-Rappang, dan pada orang Amma Towa
di Kajang, Kabupaten Bulukumba. Orang Bugis-Makassar masih menjadikan adat
mereka sebagai sesuatu yang keramat dan sakral. Sistem adat yang keramat itu
didasarkan pada lima unsur pokok sebagai berikut:
1.
Ade’ (ada’ dalam bahasa
Makassar) adalah bagian dari panngaderrang yang terdiri atas:
a.
Ade’ Akkalabinengneng, yaitu
norma mengenai perkawinan, kaidah-kaidah keturunan, aturan-aturan mengenai hak
dan kewajiban warga rumah tangga, etika dalam hal berumah tangga, dan
sopan-santun pergaulan antar kaum kerabat.
b.
Ade’ tana, yaitu norma
mengenai pemerintahan, yang terwujud dalam bentuk hukum negara, hukum
antarnegara, dan etika serta pembinaan insan politik. Pembinaan dan pengawasan
ade’ dalam masyarakat Bugis-Makassar dilakukan oleh beberapa pejabat adat,
seperti pakka-tenni ade’, pampawa ade’, dan parewa ade.’
2.
Bicara, berarti bagian dari
pangaderreng, yaitu mengenai semua kegiatan dan konsep-konsep yang bersangkut
paut dengan hukum adat, acara di muka pengadilan, dan mengajukan gugatan.
3.
Rampang, berarti perumpamaan,
kias, atau analogi. Sebagai bagian dari panngaderreng, rampang menjaga
kepastian dan kesinambungan suatu keputusan hakim tak tertulis masa lampau
sampai sekarang dan membuat analogi hukum kasus yang dihadapi dengan keputusan
di masa lampau. Rampang juga berupa perumpamaan-perumpamaan tingkah-laku ideal
dalam berbagai bidang kehidupan, baik kekerabatan, politik, maupun
pemerintahan.
4.
Wari, adalah bagian dari
panngaderreng yang berfungsi mengklasifikasikan berbagai benda dan peristiwa
dalam kehidupan manusia. Misalnya, dalam memelihara garis keturunan dan
hubungan kekerabatan antarraja.
5.
Sara,
adalah bagian dari pangaderreng, yang mengandung pranata hukum, dalam hal ini
ialah hukum Islam.
Kelima unsur keramat di atas terjalin
menjadi satu dan mewarnai alam pikiran orang Bugis-Makassar. Unsur tersebut
menghadirkan rasa sentimen kewargaan masyarakat, identitas sosial, martabat,
dan harga diri, yang tertuang dalam konsep siri. Siri ialah rasa malu dan rasa
kehormatan seseorang.
G. Sistem Kekerabatan Kebudayaan Suku Bugis Makassar
Perkawinan
ideal menurut adat Bugis Makassar adalah:
1.
Assialang marola, yaitu
perkawinan antara saudara sepupu sederajat kesatu, baik dari pihak ayah maupun
dari pihak ibu.
2.
Assialana memang, yaitu
perkawinan antara saudara sepupu sederajat kedua, baik dari pihak ayah maupun
dari pihak ibu.
3.
Ripanddeppe’ mabelae, yaitu
perkawinan antara saudara sepupu sederajat ketiga, baik dari pihak ayah maupun
dari pihak ibu.
Perkawinan tersebut, walaupun ideal, tidak
diwajibkan sehingga banyak pemuda yang menikah dengan gadis-gadis yang bukan
sepupunya.
Perkawinan
yang dilarang atau sumbang (salimara’) adalah perkawinan antara:
1.
Anak dengan ibu atau ayah.
2.
Saudara sekandung.
3.
Menantu dan mertua.
4.
Paman atau bibi dengan
kemenakannya.
5.
Kakek atau nenek dengan cucu.
Kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan sebelum perkawinan adalah:
6.
Mappuce-puce, yaitu kunjungan
dari keluarga si laki-laki kepada keluarga si gadis untuk mengadakan
peminangan.
7.
Massuro, yaitu kunjungan dari
utusan pihak keluarga laki-laki kepada keluarga si gadis untuk membicarakan
waktu pernikahan, jenis sunreng (mas kawin), dan sebagainya.
8.
Maduppa, yaitu pemberitahuan
kepada seluruh kaum kerabat mengenai perkawinan yang akan datang.
Setiap budaya memiliki Ciri Khas Rumah
Adatnya Masing-masing. Begitu Pula Dengan Bugis, rumah adat
bugis itu terdiri dari tiga Bagian. Yang Dimana Kepercayaan Tersebut terdiri
atas :
1.
Boting Langiq (Perkawinan Di
langit yang Dilakukan Oleh We Tenriabeng)
2.
Ale Kawaq (Di bumi.
Keadaan-keadaan yang terjadi Dibumi)
3.
Buri Liu (Peretiwi/Dunia Bawah
Tanah/Laut) yang masih mempercayai bahwa
Bagian-Bagian
Dari Rumah Adat Bugis
1.
Rakkeang, adalah bagian diatas
langit - langit ( eternit ). Dahulu biasanya digunakan untuk menyimpan padi
yang baru di panen.
2.
Ale Bola, adalah bagian tengah
rumah. dimana kita tinggal. Pada ale bola ini, ada titik sentral yang bernama
pusat rumah
3.
Awa bola, adalah bagian di
bawah rumah, antara lantai rumah dengan tanah.
Rumah ini bisa berdiri tampa mengunakan
satu paku pun orang daluhu kala mengantikan Fungsi Paku Besi menjadi Paku Kayu.
Rumah adat suku
Bugis Makassar dapat di bedakan berdasarkan status sosial orang yang
menempatinya, Rumah Saoraja (Sallasa) berarti rumah besar yang di tempati oleh keturunan
raja (kaum bangsawan) dan bola adalah rumah yang di tempati oleh rakyat biasa.
Tipologi kedua rumah ini adalah sama-sama
rumah panggung, lantainya mempunyai jarak tertentu dengan tanah, bentuk
denahnya sama yaitu empat persegi panjang. Perbedaannya adalah saoraja dalam
ukuran yang lebih luas begitu juga dengan tiang penyangganya, atap berbentuk
prisma sebagai penutup bubungan yang biasa di sebut timpak laja yang
bertingkat-tingkat antara tiga sampai lima sesuai dengan kedudukan penghuninya.
Rumah adat suku bugis baik saoraja maupun bola terdiri atas tiga bagian : Awa
bola ialah kolong yang terletak pada bagian bawah, yakni antara lantai dengan
tanah. Kolong ini biasa pada zaman dulu dipergunakan untuk menyimpan alat
pertanian, alat berburu, alat untuk menangkap ikan dan hewan-hewan peliharaan
yang di pergunakan dalam pertanian. Alle bola ialah badan rumah yang terdiri
dari lantai dan dinding yang terletak antara lantai dan loteng. Pada bagian ini
terdapat ruangan-ruangan yang dipergunakan dalam aktivitas sehari-hari seperti
menerima tamu, tidur, bermusyawarah, dan berbagai aktifitas lainnya. Badan
rumah tediri dari beberapa bagian rumah seperti: · lotang risaliweng, Pada
bagian depan badan rumah di sebut yang berfungsi sebagai ruang menerima tamu,
ruang tidur tamu, tempat bermusyawarah, tempat menyimpan benih, tempat
membaringkan mayat sebelum dibawa ke pemakaman. Lotang ritenggah atau Ruang
tengah, berfungsi sebagai tempat tidur kepala keluarga bersama isteri dan
anak-anaknya yang belum dewasa, hubungan social antara sesame anggota keluarga
lebih banyak berlangsung disini. · Lontang rilaleng atau ruang belakang,
merupakan merupakan tempat tidur anak gadis atau orang tua usia lanjut, dapur
juga di tempatkan pada ruangan ini yang dinamakan dapureng atau jonghe. ·
Rakkeang ialah loteng yang berfungsi sebagai tempat menyimpan hasil pertanian
seperti padi, jagung, kacang dan hasil perkebunan lainnya. Sebagaimana halnya
unsur-unsur kebudayaan lainnya maka teknologi arsitektur tradisionalpun
senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan. Hal ini juga mempengaruhi
arsitektur tradisional suku bangsa bugis antara lain bola ugi yang dulunya
berbentuk rumah panggung sekarang banyak yang di ubah menjadi rumah yang
berlantai batu. Agama Islam juga memberi pengaruh kepada letak dari bagian
rumah sekarang yang lebih banyak berorientasi ke Kabah yang merupakan qiblat
umat Isalam di seluruh dunia. Hal tersebut di karenakan budaya Islam telah
membudaya di kalangan masyarakat bugis makassar, symbol-simbol yang dulunya di
pakai sebagai pengusir mahluk halus yang biasanya diambil dari dari jenis
tumbuh-tumbuhan dan binatang tertentu dig anti dengan tulisan dari ayat-ayat
suci Al-Qur’an
I.
Pakaian adat Suku
Bugis
Pakaian adat khas wanita Bugis Makassar
adalah baju bodo. Baju bodo berupa kain sarung yang berwarna merah hati, biru,
dan hijau.
BAB III
KESIMPULAN
Sistem Sosial Budaya adalah suatu
keseluruhan dari unsur-unsur tata nilai, tata sosial, dan tata laku manusia
yang saling berkaitan dan masing-masing unsur bekerja secara mandiri serta
bersama sama satu sama lain saling mendukung untuk mencapai tujuan hidup
manusia dalam bermasyarakat.
Suku Bugis Makassar merupakan sebuah suku
yang kaya akan kebudayaan. Persentase jumlah penduduk suku Bugis di Sulawesi
Selatan adalah sekitar 62,5% dan suku Makassar sekitar 26,7%.Bentuk desa di
Sulawesi Selatan sekarang merupakan kesatuan-kesatuan administratif, gabungan sejumlah
kampung lama (desa gaya baru). Sistem kekerabatan dalam kebudayaan
Bugis-Makassar masih cukup kental, lapisan masyarakat Bugis dan Makassar
terdiri dari 3 yaitu anak arung atau lapisan kaum kerabat raja-raja, tom
aradeka atau lapisan orang merdeka, dan ata atau lapisan orang budak.
Sekitar 90% dari penduduk Sulawesi Selatan
adalah pemeluk agama Islam, sedangkan hanya10% memeluk agama Kristen Protestan
atau Katolik. Karena masyarakat Bugis dan Makassar tersebar di dataran
rendah yang subur dan pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup
sebagai petani dan nelayan.
Mata pencaharian lain yang diminati orang
Bugis adalah pedagang. Kemudian ada sisi seni juga yang biasanya menjadi
mata pencarian bagi sukuBugis dan Makassar, yakni pembuatan sarung tenun sutra.
Bahasa yang diucapkan oleh sukuBugis disebut bahas ugi sementara suku Makassar
disebut mangkasara. Adapun huruf yang dipakai dalam naskah Bugis maupun
Makassar yakni, aksara lontara. Diantara buku terpenting dalam kesusasteraan
suku Bugis-Makassar adalah buku sure galigo, suatu himpunan besar dari mitologi
yang bagi kebanyakan orang mempunyai nilai yang keramat.
Potensi paling besar bagi masyarakat
Bugis-Makassar adalah dalam sektor pelayaran rakyatdan perikanan, karena
usaha-usaha ini sudah merupakan usaha-usaha yang telah dijalankan sejak
beberapa abad lamanya oleh orang Bugis-Makassar, sehingga dapat dikatakan telah
mendarah daging dalam alam jiwa mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Kadir. 2004, Masuknya Islam di Sulawesi Selatan
dan Sulawesi Ternggara. Makassar: Balai Litbang Agama Makassar.
Garna,
Judistira K. 1991. Sistem Budaya
Indonesia. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Mattuladda.
1974. Bugis Makassar, Manusia dan Kebudayaan. Makassar: Berita
Antropologi No. 16, Fakultas Sastra UNHAS.
------------. 1975. Latoa, Suatu Lukisan Analitis
Antropologi Politik Orang Bugis. Makassar: Disertasi.
kak saya mau kerjakan tugas ku tapi tidak bisa di copy kak bagaimana kak?
BalasHapus