KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini yang
berjudul “Kebudayaan Suku Jawa”.
Makalah
ini berisikan tentang informasi suku jawa dan kebudayaan di dalamnya.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua apa saja yang ada pada kebudayaan masyarakat jawa sehingga
kita bias mengetahui keunikan yang terkandung di dalam kebudayaannya dan
menjadikannya berbeda dengan kebudayaan – kebudayaan lain yang tersebar di
Indonesia.
Kami
menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan Makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan
Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin
Indonesia,…………………..
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A.
Asal Usul Suku Jawa
B.
Letak Geografis Suku Jawa
C.
Sistem kekerabatan Jawa
D.
Bahasa Suku Jawa
E.
Kepercayaan Suku Jawa
F.
Seni Suku Jawa
G.
Rumah Tradisional Suku Jawa
H.
Kejawen Pakaian Khas Jawa Yang Masih Lestari
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang
terdiri dari banyak pulau dan memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat
istiadat atau yang sering kita sebut kebudayaan.
Keanekaragaman budaya yang terdapat di Indonesia merupakan suatu bukti bahwa
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya.
Suku Jawa (Jawa ngoko: wong Jowo,
krama: tiyang Jawi) merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari
Jawa Tengah, Jawa Timur,
dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat
mereka banyak ditemukan di Kabupaten
Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa
juga memiliki sub-suku, seperti suku Osing, orang Samin, suku Bawean/Boyan, Naga, Nagaring, suku
Tengger dan lain-lain. Selain itu, suku Jawa ada pula yang berada di
negara Suriname, Amerika Tengah karena pada
masa kolonial
Belanda suku ini dibawa ke sana sebagai pekerja dan kini suku Jawa
disana dikenal sebagai Jawa
Suriname.
B. Maksud Dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan
makalah ini selain untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran IPS, juga
bertujuan untuk dijadikan bahan presentasi sehingga siswa – siswa lainpun bisa
merasakan ilmu yang terdapat dari makalah ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Suku Jawa
Suku Jawa (Jawa ngoko: wong Jowo,
krama: tiyang Jawi) merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari
Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat
mereka banyak ditemukan di Kabupaten
Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti Osing dan Tengger.
B. Letak Geografis Suku Jawa
Suku jawa merupakan suku yang terbesar di
Indonesia, yang meliputi dari Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa
Tenggah, Yogyakarta. Indonesia sebenarnya terkenal dengan
etnis jawa yang sangat kental dengan kebudayaannya seperti letak geografis,
bahasa, kepercayaan, sifat, dan seni. Letak geografis pulau jawa 132.000
km², berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Jawa Tengah di timur, Samudera
Hindia di selatan, serta Banten dan DKI Jakarta di barat.
Pulau jawa merupakan pulau yang sangat padat
di Indonesia Penduduk di suku jawa ini sangat kontras Di survey bangsa
Indonesia kurang lebih hanya 12% orang jawa menggunakan bahasa Indonesia
sebagian bahasa mereka sehari-hari sekitar 18% menggunakan bahasa jawa dan
Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa jawa saja. Dalam bahasa jawa yang sebenarnya memiliki beberapa aturan
perbedaan kosa kata dan intonasi setiap berbicara dengan lawan bicara.
Dan tata cara bicara orang suku jawa sangat lembut dan
pelan. Maka dari itu suku jawa sering dianggap oleh kalangan
luas sebagai suku yang lembah lembut.
Dalam kepercayaan suku jawa sangat kental
dengan agama Islam. Tapi ada juga yang memeluk agama lain selain agama Islam, seperti Protestan, Keristen,
Buddha, Hindu dan Katolik. Tapi ada juga orang suku jawa yang
mempercayai agama Kejawen. Kejawen sebagai kata benda yang memiliki arti
di dalam bahasa Indonesia yaitu segala yang
berhubungan dengan adat dan kepercayaan jawa. Kejawen
merupakan sebuah kepercayaan yang dianut di pulai Jawa oleh suku Jawa dan suku
bangsa lainnya yang menetap di Jawa.
Kesenian pulau jawa sangat beragam, seperti
ludruk, wayang kulit, wayang orang, tari jaipong, dll.
Biasanya kesenian ini di pentaskan pada acara tertentu
seperti acara pernikahan dan adat. Tapi dengan berjalannya waktu
kesenian itu harus kita lestarikan meskipun berbagai kesenian dari Negara lain yang masuk ke Negara kita. Kita
sebagai warga Negara Indonesia harus menjaga peninggalan nenek moyang kita
dengan baik.
C. Sistem Kekerabatan Jawa
Suku Jawa menganut garis keturunan ayah atau
disebut Patrilini/ Patriakhat. Hal ini terlihat dari pemakain nama belakang seseorang sering memakai nama ayah, anak
laki-laki juga menjadi kebanggaan keluaraga dan mendapatkan perhatian khusus
dibanding anak perempuan karena diyakini seorang laki-laki adalah pemimpin
rumah tangga, dalam hal warispun dikenal anak lanang sa pikul anak wadon sak
gendongan. Yang mana jumlah harta waris yang diberikan kepada anak laki-laki
diibaratkan sa pikul yang lebih besar dari sa
gendongan yang diberikan kepada anak perempuan. Dikenal pula
istilah lajer yaitu garis keturunan keluarga laki-laki saja.
Silsilah keturunan jawa
1.
Anak
2.
Putu
3.
Buyut
4.
Canggah
5.
Wareng
6.
Udheg- udheg
7.
Gantung siwur
8.
Gropak senthe
9.
Kandhang bubrah
10.
Debog bosok
11.
Galih asem
Dalam 7 turunan tersebut masih sapat disebut keluaraga
dekat dan keturuanan 8 dan seterusnya merupakan keluarga jauh.
Selain itu juga di kenal Pa jipat lima/ pancer sedulur papt lima pancer yang merupakan saudara
orang Jawa saat dilahirkan. Sedulu papat lima pancer ini diambil dari Kitab
Kidungan Purwajati seratane , yang dimulai dari
tembang Dhandanggula yaitu :
Ana kidung ing kadang Marmati Amung tuwuh ing
kuwasanira Nganakaken saciptane Kakang Kawah puniku Kang rumeksa ing awak mami
Anekakake sedya Ing kuwasanipun Adhi Ari-Ari ingkang Memayungi laku
kuwasanireki Angenakken pangarah Ponang Getih ing rahina wengi Ngrerewangi ulah
kang kuwasa Andadekaken karsane Puser kuwasanipun Nguyu-uyu sabawa mami Nuruti
ing panedha Kuwasanireku Jangkep kadang ingsun papat Kalimane wus dadi pancer
sawiji Tunggal sawujud ingwang Ing tembang dhuwur iku disebutake yen ” Sedulur
Papat ” iku Marmati, Kawah, Ari-Ari, lan Getih kang kaprahe diarani Rahsa. Kabeh kuwi mancer neng Puser (Udel) yaiku mancer ing Bayi.
Cethane mancer marang uwonge kuwi.
Geneya kok disebut Marmati, kakang Kawah, Adhi Ari-Ari lan Rahsa kuwi?. Marmati iku tegese Samar Mati ! lire yen wong wadon pas nggarbini ( hamil ) iku sadina-dina
pikirane uwas Samar Mati. Rasa uwas kawatir pralaya anane dhisik dhewe
sadurunge metune Kawah, Ari-Ari lan Rahsa kuwi mau,
mulane Rasa Samar Mati iku banjur dianggep minangka Sadulur Tuwa. Wong nggarbini yen pas babaran kae, kang dhisik dhewe iku metune
Banyu Kawah sak durunge laire bayi, mula Kawah banjur dianggep Sadulur Tuwa
kang lumrahe diarani Kakang Kawah. Yen Kawah wis
mancal medhal, banjur disusul laire bayi, sakwise kuwi banjur disusul Metune
Ari-Ari. Sarehne Ari-Ari iku metune sakwise bayi lair, mulane Ari-Ari iku
diarani Sedulur Enom lan kasebut Adhi Ari-Ari Lamun ana wong abaran tartamtu
ngetokake Rah ( Getih ) sapirang-pirang. Wetune Rah (Rahsa) iki uga ing wektu akhir, mula Rahsa iku uga
dianggep Sedulur Enom. Puser (Tali Plasenta) iku umume PUPAK yen bayi wis umur pitung dina. Puser kang copot saka udel kuwi uga
dianggep Sedulure bayi. Iki dianggep Pancer pusate Sedulur
Papat. Mula banjur tuwuh unen-unen ” SEDULUR
PAPAT LIMA PANCER
” Kekayon wayang purwa kang kaprahe kasebut
Gunungan, ana kono gambar Macan, Bantheng, Kethek lan
Manuk Merak. Kocape kuwi mujudake Sedulur Papat mungguhing
manungsa.
Yang intinya sedulur papat tadi melambangkan
4 macam nafsu yang dimiliki manusia
-
Macan melambangkan nafsu amarah
-
Banteng melambangkan nafsu supiyah (seksual)
-
Kethek(monyet) melambangkan nafsu aluamah
(makan tidur)
-
Merak melambangkan nafsu mutmainah (kebaikan)
Artinya setiap manusia harus bisa
mengendalikan keempat nafsu yang dibawanya sejak lahir.
Apa bela seorang manusia tidak dapat mengendalikannya
maka akan hancurlah hidupnya dan bila nafsu tersebut terkendali dengan baik
maka akan tercipta keselarasan atau harmoni.
D. Bahasa Suku Jawa
Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur
sehari-hari. Dalam sebuah survei yang diadakan majalah Tempo pada awal dasawarsa 1990-an, kurang
lebih hanya 12% orang Jawa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa mereka sehari-hari, sekitar 18% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia
secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja.
Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa
kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang
dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh
sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat
sadar akan status sosialnya di masyarakat.
E. Kepercayaan Suku Jawa
Masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Islam
hingga sekarang belum bisa meninggalkan tradisi dan budaya Jawanya.
Di antara tradisi dan budaya ini terkadang bertentangan
dengan ajaran-ajaran Islam. Tradisi dan budaya Jawa ini
sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Jawa, terutama yang abangan. Di
antara tradisi dan budaya ini adalah keyakinan akan adanya roh-roh leluhur yang
memiliki kekuatan ghaib, keyakinan adanya dewa dewi yang berkedudukan seperti
tuhan, tradisi ziarah ke makam orang-orang tertentu, melakukan upacara-upacara
ritual yang bertujuan untuk persembahan kepada tuhan atau meminta berkah serta
terkabulnya permintaan tertentu. Setelah dikaji inti dari
tradisi dan budaya tersebut, terutama dilihat dari tujuan dan tatacara
melakukan ritus-nya, jelaslah bahwa semua itu tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Tuhan yang mereka tuju dalam keyakinan mereka jelas bukan
Allah, tetapi dalam bentuk dewa dewi seperti Dewi Sri, Ratu Pantai Selatan,
roh-roh leluhur, atau yang lainnya. Begitu juga bentuk-bentuk ritual
yang mereka lakukan jelas bertentangan dengan ajaran ibadah dalam Islam yang
sudah ditetapkan dengan tegas dalam al-Quran dan hadis Nabi Saw. Karena itulah, tradisi dan budaya Jawa seperti itu sebenarnya tidak
sesuai dengan ajaran Islam dan perlu diluruskan atau sekalian ditinggalkan.
Selain itu, masyarkat jawa juga mempunyai
tradisi upacara adat dalam setiap kegiatan – kegian besar, seperti
:
-
Kematian ( Mendhak )
-
Upacara nyewu dina (memohon pengampunan
kepada Tuhan )
-
Upacara Brobosan (penghormatan dari sanak
keluarga kepada orang tua dan leluhur mereka yang telah meninggal dunia )
-
Upacara-upacara sebelum pernikahan (Siraman,
Upacara Ngerik, Upacara Midodareni, Upacara diluar kamar pelaminan, Srah-srahan
atau Peningsetan, Nyantri, Upacara Panggih atau Temu, Balangan suruh
Penganten, dll )
-
Upacara untuk kelahiran bayi, seperti :
1)
Wahyu Tumurun
Maknanya agar bayi yang akan
lahir menjadi orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan selalu mendapat.
2)
Sido Asih
Maknanya agar bayi yang akan
lahir menjadi orang yang selalu di cintai dan dikasihi oleh sesama serta
mempunyai sifat belas kasih
3)
Sidomukti.
Maknanya agar bayi yang akan
lahir menjadi orang yang mukti wibawa, yaitu berbahagia dan disegani karena kewibawaannya.
4)
Truntum.
Maknanya agar keluhuran budi orangtuanya
menurun (tumaruntum) pada sang bayi.
5)
Sidoluhur.
Maknanya agar anak menjadi orang yang sopan dan berbudi
pekerti luhur.
6)
Parangkusumo.
Maknanya agar anak memiliki kecerdasan bagai tajamnya
parang dan memiliki ketangkasan bagai parang yang sedang dimainkan pesilat
tangguh.
7)
Semen romo.
Maknanya agar anak memiliki rasa cinta kasih
kepada sesama layaknya cinta kasih Rama dan Sinta pada rakyatnya.
8)
Udan riris.
Maknanya agar anak dapat membuat situasi yang
menyegarkan, enak dipandang, dan menyenangkan siapa saja yang bergaul
dengannya.
9)
Cakar ayam.
Maknanya agar anak pandai mencari rezeki
bagai ayam yang mencari makan dengan cakarnya karena rasa tanggung jawab atas
kehidupan anak-anaknya, sehingga kebutuhan hidupnya tercukupi, syukur bisa kaya
dan berlebihan.
10)
Grompol.
Maknanya semoga keluarga tetap bersatu, tidak
bercerai-berai akibat ketidakharmonisan keuarga (nggrompol :
berkumpul).
11)
Lasem.
Bermotif garis vertikal, bermakna semoga anak
senantiasa bertakwa pada Tuhan YME.
12)
Dringin.
Bermotif garis horisontal, bermakna semoga
anak dapat bergaul, bermasyarakat, dan berguna antar sesama.
F. Seni Suku Jawa
Orang Jawa terkenal dengan budaya seninya
yang terutama dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha, yaitu pementasan wayang.
Repertoar cerita wayang atau lakon sebagian besar berdasarkan wiracarita Ramayana dan Mahabharata. Selain pengaruh India, pengaruh Islam dan Dunia Barat ada pula.
Seni batik dan keris merupakan dua
bentuk ekspresi masyarakat Jawa. Musik gamelan, yang juga dijumpai
di Bali memegang peranan
penting dalam kehidupan budaya dan tradisi Jawa. Contoh kesenian yang
berkembang di mastarakat jawa adalah :
-
Topeng (topeng madura, topeng malang, topeng
dongkrek)
-
Angklung
-
Bali-balian
-
Wayang ( kuli, klitik, purwo, godog, golek,
dll )
-
Tarian (tari topeng kuncaran, tari merak,
tari serimpi, tari blambangan cakil, tari remong, reog ponorogo dan jaipong )
G. Rumah Tradisional Suku Jawa
Joglo merupakan rumah adat tradisional suku
jawa. Ada bermacam-macam jenis
rumah jonglo diantaranya joglo limas, joglo sinom, joglo pangrawit dan
sebagainya. Rumah jenis joglo memiliki struktur
bangunan yang unik dimana biasanya rumah tersebut memiliki dua bagian utama
yaitu bagian pendapa yang biasanya ukuranya sangat luas, ruangan ini biasanya
dipergunakan sebagai tempat meneriam tamu maupun tempat untuk musyawarah.
Sedangkan bagian kedua adalah bagian dalam dari rumah joglo
yang biasanya bersifat tertutup untuk orang luar karena merupakan ruang privasi
yang berupa kamar dapur dan sebagainya. Rumah joglo
pada masa lampau biasanya hanya dimiliki oleh para pembesar atau orang-orang
kaya saja.
Susunan Bangunan dan Ruangan dari Rumah Joglo
Pada dasarnya rumah jenis ini memiiki bentuk
dasar berupa persegi panjang atau bujur sangkar.
Pembangunan rumah joglo ini sama sekali tidak
menggunakan paku, hal ini berbeda dengan pembangunan joglo yang kita jumpai
pada jaman modern sekarang ini. Pembangunan rumah ini dulunya
hanya menggunakan system knock down, sehingga setiap bagian bisa saling berkait
dan menguatkan. Kita dapat menjumpai system ini pada
rumah-rumah yang memiliki struktur bangunan lama.
Pada setiap rumah joglo selalu memiliki empat
pilar pada ruangan utama atau pendoponya yang biasanya disebut dengan nama soko guru, inilah yang merupakan sebuah ciri unik dari
pembangunan rumah tersebut yang tidak dimiliki oleh rumah jenis yang lain.
Pada arsitektur yang terdapat pada bangunan
rumah joglo, seni arsitektur bukan hanya sekadar sebagai pemahaman seni
konstruksi rumah, namun juga merupakan refleksi atau pencerminan dari nilai dan
norma yang ada dalam masyarakat pendukungnya.
Kecintaan manusia pada cita rasa sebuah keindahan, bahkan sikap religiusitasnya
ikut terefleksikan dalam seni arsitektur rumah dengan gaya
seperti ini.
Pada bagian pintu masuk rumah joglo memiliki
tiga buah pintu, yakni pintu utama di bagian tengah dan pintu kedua yang berada
di samping kiri dan disamping kanan pintu utama.
Ketiga bagian pintu tersebut memiliki makna atau arti
simbolis bahwa kupu tarung yang berada di bagian tengah untuk keluarga besar,
sementara dua pintu di bagian samping kanan dan samping kiri untuk besan.
Pada ruang bagian dalam dari rumah joglo yang
disebut gedongan pada umumnya dijadikan sebagai mihrab, tempat Imam untuk
memimpin salat yang umumnya dikaitkan dengan makna simbolis sebagai tempat yang
disucikan, sakral, dan dikeramatkan oleh pemilik rumah joglo tersebut. Selain itu gedongan biasanya juga merangkap sebagai tempat tidur
utama yang dihormati dan pada waktu-waktu tertentu dan dijadikan sebagai ruang
tidur pengantin serta bagi anak-anaknya.
Ruang depan dari rumah joglo yang biasanya
disebut juga dengan nama jaga satru disediakan untuk
umat dan terbagi menjadi dua bagian, pada bagian sebelah kiri untuk jamaah
wanita dan sebelah kanan untuk jamaah pria. Masih pada ruang jaga satru di depan pintu masuk rumah tersebut terdapat satu tiang di
bagian tengah ruang yang disebut tiang keseimbangan atau soko geder. Selain merupakan simbol kepemilikan rumah, tiang tersebut juga
memiliki fungsi sebagai pertanda atau tonggak untuk mengingatkan para penghuni
rumah joglo tersebut tentang keesaan Tuhan.
H. Kejawen Pakaian Khas Jawa Yang Masih Lestari
Aneka ragam suku budaya yang ada di Indonesia
memberikan corak terhadap jenis pakaian setiap sukunya salah satunya pakaian
kahs Jawa memberikan keunikan serta keindahan yang sanagt menarik untuk
dikenakan.
Kejawen sudah kenal sejak dahulu hingga
sekarang kejawen merupakan jenis pakaian khas Jawa, kerajaan Demak, dan
kerajaan Mataram. Pakaian Kejawen terdiri
dari celana panji-panji (cinden), baju surjan, kebayak, teni atau blenggen,
iket blankon, kemben, kuluk (untuk upacara raja dengan menteri-menterinya) dan
lain sebagainya.
Namun pakaian tradisional khas laki-laki Jawa
sehari-hari adalah Surjan yang dilengkapi dengan blangkon dan bebetan.
Sedangkan untuk putri menggunakan Kebaya atau Jaritan.
Jenis pakaian Mesiran, kebanyakan digunakan
untuk menggambarkan suasana asal dari pemakai.
Pakaian ini berasal dari Negara Timur Tengah dan masih
dipergunakan, khususnya dalam acara-acara ketoprak. Sedangkan
pakaian yang terbuat dari kain bludru yang dibordir terdiri dari celana panjang
gombyor, kemeja panjang, rumpai, jubah, udel, simbar.
Basahan merupakan jenis pakaian tradisional
gabungan antara pakaian Kejawen dengan Mesiran.
Biasanya dipegunakan oleh para wali atau dapat dilihat saat
pertunjukan tarian cerita Menak. Gedhog, pakaian
terdiri dari tropong, jamang dan sumping, kelat bahu, dan lain sebagainya.
I. Makanan Tradisional Jawa
Salah satu makanan khas Jawa, jenang, tidak
lepas dari kebudayaan dan kepercayaan orang Jawa.
Beberapa upacara selametan yang digelar keluarga berlatar
belakang Jawa selalu menggunakan sajian atau sesajen jenang. “Orang mau melahirkan, atau tujuh bulanan, syukurannya pakai
jenang. Dibagikan ke para tetangga,” kata salah satu peserta Festival
Jenang, Muryati, saat ditemui Espos di stannya di Ngarsopuro, Solo
BAB
III
KESIMPULAN
Suku jawa yang berada di daerah pulau Jawa
merupakan suku yang memiliki berbagai kebudayaan, mulai dari adat istiadat
sehari-hari, kesenian, acara ritual, dan lain-lain.
Semua itu membuktikan bahwa suku jawa
merupakan suku yang kaya akan budaya daerah. Dan dari
kekayaan budaya yang di miliki suku jawa itulah yang menbuatnya berberda dengan
kebudayaan – kebudayaan lain yang ada di Indonesia.
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai
materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang
budiman dusi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan
berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada
khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Drs.Eddy Supriyatno, 1994. "Bahan
Acuan kegiatan belajar mengajar Antropologi" PT.Rakaditu, Jakarta.
Yad Mulyadi, 1999. ”Antropologi"
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kodiran. 1975,
"Kebudayaan Jawa", dalam Koentjaraningrat, Jakarta.
Koentjaraningrat, 1975, "Antropology in
Indonesia",Jakarta.
Edel, May and Abraham edel, 1968.
"Antropology and Ethics. The
Press of Case Western Reserve University Press".
Dewey, Alice G. "Antropology Agama"
Jakarta ,1975.
Kamlah, W ,1973
"philosophische Anthropology" , Mannheim/wien/Zurich ; Bibliographisches
institute, Jakarta.
Kartodirdjo,1975
"sejarah nasional Indonesia", Jakarta; Departemen pendidikan dan
kebudayaan, Jakarta.
Koentjoroningrat, 1977 "system
gotong-royong dan jiwa gotong royong", dalam berita anthropology, Jakarta
Mulder, Niels. 1973
"Kepribadian jawa dan pembangunan nasional". Yigyakarta; Gadjah mada University press.
Sajogo, 1978 "Lapisan masyarakat yang
paling lemah di pedesaan jawa". Dalam
prisma.Bandung.
kok gk bisa di copy sih???
BalasHapusga bisa di copy?
BalasHapusKok nggk dikasih fotnote ato bodynote sih ?!
BalasHapusKok nggk dikasih fotnote ato bodynote sih ?!
BalasHapusKak siapa nama penulis makalah ini kok ngk di tulis
BalasHapusHard Rock Hotel & Casino Las Vegas - MapYRO
BalasHapusLocated in Las Vegas Strip, Harrah's 김천 출장안마 Hotel 울산광역 출장마사지 & Casino 충청북도 출장마사지 is adjacent to LINQ Promenade. It also has 2 outdoor pools, a 세종특별자치 출장안마 sauna, and 성남 출장샵 a fitness center.