Rabu, 23 April 2014

MAKALAH KEBUDAYAAN SUKU DAYAK

KATA PENGANTAR

 

 

Atas berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa yang telah memberikan nikmat kepada kami sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul “kebudayan Suku Dayak” ini dengan baik guna melengkapi dan memenuhi tugas mata pelajaran IPS.

Dengan rasa bangga pula kami sajikan makalah ini dengan semaksimal mungkin agar dalam penyajian makalah ini benar-benar memuaskan, cukup memadai, mudah dipahami, dan ada manfaat.

Walaupun demikian kami memaklumi bahwa makalah yang kami sajikan belum sempurna. Meski saya telah berusaha semaksimal mungkin, saya berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan akan menambah pengetahuan.

Dalam penyusunan makalah Tugas Masa Orientasi Siswa ini kami berpedoman pada teori yang dipelajari disekolah. kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya kepada kami dalam penyusunan tugas Masa Orientasi Siswa,

Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan atas segala kekurangannya kami mohon saran dan kritik yang dapat memperbaiki pembuatan makalah lainnya.

 

 

Indonesia,…………………

 

Penyusun

 

 

DAFTAR ISI

 

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB    I   PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang

B.       Rumusan Masalah

C.       Tujuan Penulisan Makalah

BAB   II  PEMBAHASAN

A.       Sejarah Suku Dayak

B.       Letak Geografi Suku Dayak

C.       Bahasa Suku Dayak

D.       Sistem Kekerabatan Suku Dayak

E.       Sistem Kepercayaan Suku Dayak

F.        Kesenian Suku Dayak 

G.        Makanan Khas Suku Dayak

H.       Rumah Adat Suku Dayak

I.          Pakaian Adat Dayak

BAB  III  PENUTUP

A.       Kesimpulan

B.       Saran

DAFTAR PUSTAKA                     

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Sekarang ini, jumlah pulau yang ada di wilayah Negara kesatuan republik indonesia (NKRI) sekitar 13.000 pulau besar dan kecil. Populasi penduduknya berjumlah lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku yang menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda. Selain itu mereka juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Konghucu serta berbagai macam aliran kepercayaan.

Kebudayaan adalah salah satu aset penting bagi sebuah Negara berkembang, kebudayaan tersebut untuk sarana pendekatan sosial, simbol karya daerah, asset kas daerah dengan menjadikannya tempat wisata, karya ilmiah dan lain sebagainya. Dalam hal ini suku Dayak Kalimantan yang mengedepankan budaya leluhurnya, sehingga kebudayaan tersebut sebagai ritual ibadah mereka dalam menyembah sang pencipta yang dilatarbelakangi kepercayaan tradisional yang disebut Kaharingan.

Sebagai bukti ragam budaya Indonesia yaitu tradisi Tiwah sebagai salah satu kebudayaan masyarakat Dayak Ngaju Propinsi Kalimantan Tengah yangpada mulanya sebuah tradisi kepercayaan masyarakat Kaharingan. Berbagaimacam prosesi yang terjadi pada acara tersebut, diantaranya: Ngayau (penggalkepala), ritual Tabuh (tidak tidur selama dua malam dengan diselingi minum.

Dari uraian di atas kami tertarik untuk membuat makalah yang terkait  lebih  dengan mengambil judul "Kebudayaan Suku Dayak".

 

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dan mengacu pada judul yang ada, kami merumuskan masalah dalam penulisan makalah adalah ini sebagai berikut :

1.      Mengapa masyarakat suku Dayak memiliki kepercayaan yang tinggi ?

2.      Bagai mana system kekerabatan suku dayak ?

 

C.    Tujuan Penulisan Makalah

Secara umum penelitian ini berusaha mengungkap prosesi tiwah dalam perspektif hukum Islam dan Hukum Negara. Sedangkan secara rincinya sebagai berikut:

1.      Untuk mengetahui kebudayaan suku dayak.

2.      Untuk memenuhi Tugas Mata Pelajaran IPS

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Sejarah Suku Dayak

Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok yang tinggal di pedalaman, gunung, dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang-orang Dayak sendiri sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif. Padahal, semboyan orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang berarti seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur.

Pada tahun 1977-1978 saat itu, benua Asia dan pulau Kalimantan yang merupakan bagian nusantara yang masih menyatu, yang memungkinkan ras mongoloid dari asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”. Suku Dayak merupakan penduduk Kalimantan yang sejati. Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung Malaka datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam.

Belum lagi kedatangan orang-orang Bugis, Makasar, dan Jawa pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Suku Dayak hidup terpencar-pencar di seluruh wilayah Kalimantan dalam rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan. Suku ini terdiri atas beberapa suku yang masing-masing memiliki sifat dan perilaku berbeda.

Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 . Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasala dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu sekitar tahun 1608 .

Sebagian besar suku Dayak memeluk Islam dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai orang Melayu atau orang Banjar. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman di Kalimantan Tengah, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Lawas dan Watang Balangan. Sebagain lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang Sultan Kesultanan Banjar yang terkenal adalah Lambung Mangkurat sebenarnya adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum).

Tidak hanya dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 1368-1643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di kunjungi adalah Banjarmasin. Tetapi masih belum jelas apakah bangsa Tionghoa datang pada era Bajarmasin (dibawah hegemoni Majapahit) atau di era Islam.

Kedatangan bangsa Tionghoa tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.

Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Raja Yung Lo mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah pimpinan Chang Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci (Sarwoto kertodipoero,1963)

 

B.     Letak Geografi Suku Dayak

Antara daratan Asia dan Australia terletak Nusa Tenggara Indonesia termasuk pulau Borneo yang oleh orang Indonesia dinamakan Kalimantan. Nama Borneo mungkin berasal dari nama Brunei dan sering digunakan untuk menamai seluruh pulau sedangkan nama Kalimantan mungkin berasal dari keadaan pulau yang punya banyak kali, banyak mas, dan banyak intan, sehingga menjadi Kalimantan. Menurut beberapa pihak lain mungkin nama Kalimantan berasal dari nama Lamanta. Lamanta adalah sagu dari pohon yang baru ditebang, yang masih mentah. Pada umumnya nama Kalimantan digunakan untuk bagian geografis tanah di bawah pemerintahan Indonesia dan West Malaysia atau nama Borneo untuk bagian di bawah pemerintahan Malaysia.

 

C.    Bahasa Suku Dayak

Dayak Kanayatn memakai bahasa ahe/nana' serta damea/jare dan yang serumpun. Sebenarnya secara isologis (garis yang menghubungkan persamaan dan perbedaan kosa kata yang serumpun) sangat sulit merinci khazanah bahasanya. Ini dikarenakan bahasa yang dipakai sarat dengan berbagai dialek dan juga logat pengucapan. Beberapa contohnya ialah : orang Dayak Kanayatn yang mendiami wilayah Meranti (Landak) yang memakai bahasa ahe/nana' terbagi lagi ke dalam bahasa behe, padakng bekambai, dan bahasa moro. Dayak Kanayatn di kawasan Menyuke (Landak) terbagi dalam bahasa satolo-ngelampa', songga batukng-ngalampa' dan angkabakng-ngabukit. selain itu percampuran dialek dan logat menyebabkan percampuran bahasa menjadi bahasa baru.

Banyak Generasi Dayak Kanayatn saat ini tidak mengerti akan bahasa yang dipakai oleh para generasi tua. Dalam komunikasi saat ini, banyak kosa kata Indonesia yang diadopsi dan kemudian "di-Dayak-kan". Misalnya ialah :bahasa ahe asli : Lea ,bahasa indonesia : seperti ,bahasa ahe sekarang : saparati .Bahasa yang dipakai sekarang oleh generasi muda mudah dimengerti karena mirip dengan bahasa indonesia atau melayu.

 

D.    Sistem Kekerabatan Suku Dayak

Sistem pertalian darah suku Dayak Kanayatn menggunakan sistem bilineal/parental (ayah dan ibu). Dalam mengurai hubungan kekerabatan, seorang anak dapat mengikuti jalur ayah maupun ibu. Hubungan kekerabatan terputus pada sepupu delapan kali. Hubungan kekerabatan ini penting karena hubungan ini menjadi tinjauan terutama pada perkara perkawinan. Mungkin hal ini dimaksudkan agar tidak merusak keturunan.

 

E.     Sistem Kepercayaan Suku Dayak

Masyarakat Dayak memiliki keyakinan tentang wujud tertinggi dimana segala kekuatan yang ada di jagad raya berasal dari Yang Tunggal. Wujud tertinggi itu menguasai manusia, dewa, roh halus, dan roh leluhur. Dewa dan roh halus diberi tugas untuk menjaga dan menguasai suatu tempat tertentu dalam dunia ini, sehingga untuk mewujudkan keyakinan tersebut, orang Dayak senantiasa melakukan hubungan religius dengan Jubata, roh leluhur, dan roh halus yang banyak memberikan pertolongan dalam kehidupan mereka.

Sistem kepercayaan atau agama asli bagi masyarakat Dayak Kanayatn tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai kehidupan mereka. Kepribadian, tingkah laku, sikap, perbuatan dan kegiatan sosial sehari-hari dibimbing, didukung, dan dihubungkan tidak saja dengan sistem kepercayaan dan ajaran agama, tetapi juga dengan nilai budaya dan etnisitas. Kompleksitas kepercayaan tersebut berhubungan erat dengan tradisi dalam masyarakat yang mengandung dua hal prinsip, yaitu (1) unsur kepercayaan nenek moyang yang menekankan pada pemujaan, dan (2) kepercayaan terhadap Tuhan Yang Esa dengan kekuasaan tertingginya sebagai kausa prima dari kehidupan manusia.1. Sistem kepercayaan seperti ini mengandung emosi religius yang merupakan unsur kesatuan dan memerlukan penegasan yang direalisasikan dalam bentuk upacara tersebut.

Kebanyakan orang Dayak tidak mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa (zaman dulu-penulis), namun sikap keyakinannya tidak dapat dikategorikan dalam animisme, sebab agama justru berkembang dari asumsi dasar bahwa di dalam alam terdapat daya hidup atau kekuatan hidup dalam benda-benda tertentu atau gejala-gejala alam, seperti sungai yang mengalir deras dan bergemuruh, gunung yang tinggi, pohon besar, matahari yang bersinar terang, kilat dan petir yang menyambar dahsyat.

Daya hidup atau kekuatan penghidup itulah yang dinamakan roh. Roh itu kemudian dihubungkan dengan benda-benda dan kemudian dipuja. Alam dipandang sebagai suatu kekuatan yang mengerikan, sekaligus mempesonakan. Keindahannya bukan pertama yang diperhatikan, melainkan kedahsyatan dan kekuasaan tertinggi yang terkandung dalam fenomena alam tersebut.

 

F.     Kesenian Suku Dayak 

Bentuk kesenian suku Dayak tidak bisa dilepaskan dari sejarah sosiologisnya. Berawal dari masyarakat primitif yang menganut animisme-dinamisme, kebudayaan suku ini berakulturasi dengan kebudayaan kaum pendatang seperti Jawa dan Tionghoa.

Agama yang dianggap lahir dari budaya setempat adalah Kaharingan. Pengaruh kuat agama Hindu dalam proses akulturasi ini menyebabkan Kaharingan dikategorikan ke dalam cabang agama tersebut. Dalam perkembangan berikutnya, ada akulturasi budaya Islam pengaruh Kesultanan Banjar di pusat kebudayaan suku Dayak.

Meskipun begitu, sebagian masyarakat Dayak tergolong teguh memegang kepercayaan dinamismenya. Untuk kelompok ini, sebagian besar memutuskan untuk memisahkan diri dan masuk semakin jauh ke pedalaman.

Macam-macam Kesenian Suku Dayak

Kebudayaan suku Dayak yang khas membentuk estetika yang tercermin dalam budaya dan keseniannya, meliputi seni tari, seni musik, seni drama, seni rupa, dan sebagainya.

1.      Tari Gantar

Tarian yang menggambarkan gerakan orang menanam padi. Tongkat menggambarkan kayu penumbuk sedangkan bambu serta biji-bijian didalamnya menggambarkan benih padi dan wadahnya.

Tarian ini cukup terkenal dan sering disajikan dalam penyambutan tamu dan acara-acara lainnya.Tari ini tidak hanya dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun juga dikenal oleh suku Dayak Benuaq. Tarian ini dapat dibagi dalam tiga versi yaitu tari Gantar Rayatn, Gantar Busai dan Gantar Senak/Gantar Kusak.

2.      Tari Kancet Papatai / Tari Perang

Tarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penari.

Dalam tari Kancet Pepatay, penari mempergunakan pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang. Tari ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.

3.      Tari Kancet Ledo / Tari Gong

Jika Tari Kancet Pepatay menggambarkan kejantanan dan keperkasaan pria Dayak Kenyah, sebaliknya Tari Kancet Ledo menggambarkan kelemahlembutan seorang gadis bagai sebatang padi yang meliuk-liuk lembut ditiup oleh angin.

Tari ini dibawakan oleh seorang wanita dengan memakai pakaian Tari Kancet Ledo tradisional suku Dayak Kenyah dan pada kedua tangannya memegang rangkaian bulu-bulu ekor burung Enggang. Biasanya tari ini ditarikan diatas sebuah gong, sehingga Kancet Ledo disebut juga Tari Gong.

4.      Tari Kancet Lasan

Menggambarkan kehidupan sehari-hari burung Enggang, burung yang dimuliakan oleh suku Dayak Kenyah karena dianggap sebagai tanda keagungan dan kepahlawanan. Tari Kancet Lasan merupakan tarian tunggal wanita suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan posisinya seperti Tari Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong dan bulubulu burung Enggang dan juga si penari banyak mempergunakan posisi merendah dan berjongkok atau duduk dengan lutut menyentuh lantai.

Tarian ini lebih ditekankan pada gerak-gerak burung Enggang ketika terbang melayang dan hinggap bertengger di dahan  pohon. Posisinya seperti Tari Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong dan bulubulu burung Enggang dan juga si penari banyak mempergunakan posisi merendah dan berjongkok atau duduk dengan lutut menyentuh lantai. Tarian ini lebih ditekankan pada gerak-gerak burung Enggang ketika terbang melayang dan hinggap bertengger di dahan pohon.

5.      Tari Leleng

Tarian ini menceritakan seorang gadis bernama Utan Along yang akan dikawinkan secara paksa oleh orangtuanya dengan pemuda yang tak dicintainya. Utan Along akhirnya melarikan diri kedalam hutan. Tarian gadis suku Dayak Kenyah ini ditarikan dengan diiringi nyanyian lagu Leleng.

6.      Tari Hudoq

Tarian ini dilakukan dengan menggunakan topeng kayu yang menyerupai binatang buas serta menggunakan daun pisang atau daun kelapa sebagai penutup tubuh penari. Tarian ini erat hubungannya dengan upacara keagamaan dari kelompok suku Dayak Bahau dan Modang. Tari Hudoq dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan dalam mengatasi gangguan hama perusak tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.

7.      Tari Hudoq Kita'

Tarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq dari suku Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk upacara menyambut tahun tanam maupun untuk menyampaikan rasa terima kasih pada dewa yang telah memberikan hasil panen yang baik. Perbedaan yang mencolok anatara Tari Hudoq Kita' dan Tari Hudoq ada pada kostum, topeng, gerakan tarinya dan iringan musiknya. Kostum penari Hudoq Kita' menggunakan baju lengan panjang dari kain biasa dan memakai kain sarung, sedangkan topengnya berbentuk wajah manusia biasa yang banyak dihiasi dengan ukiran khas Dayak Kenyah. Ada dua jenis topeng dalam tari Hudoq Kita', yakni yang terbuat dari kayu dan yang berupa cadar terbuat dari manik-manik dengan ornamen Dayak Kenyah.

8.      Tari Serumpai

Tarian suku Dayak Benuaq ini dilakukan untuk menolak wabah penyakit dan mengobati orang yang digigit anjing gila. Disebut tarian Serumpai karena tarian diiringi alat musik Serumpai (sejenis seruling bambu).

9.      Tari Belian Bawo

Upacara Belian Bawo bertujuan untuk menolak penyakit, mengobati orang sakit, membayar nazar dan lain sebagainya. Setelah diubah menjadi tarian, tari ini sering disajikan pada acara-acara penerima tamu dan acara kesenian lainnya. Tarian ini merupakan tarian suku Dayak Benuaq.

10.  Tari Kuyang

Sebuah tarian Belian dari suku Dayak Benuaq untuk Tari Hudoq Tari Belian Bawo mengusir hantu-hantu yang menjaga pohon-pohon yang besar dan tinggi agar tidak mengganggu manusia atau orang yang menebang pohon tersebut.

11.  Tari Pecuk Kina

Tarian ini menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang berpindah dari daerah Apo Kayan (Kab. Bulungan) ke daerah Long Segar (Kab. Kutai Barat) yang memakan waktu bertahun-tahun.

12.  Tari Datun

Tarian ini merupakan tarian bersama gadis suku Dayak Kenyah dengan jumlah tak pasti, boleh 10 hingga 20 orang. Menurut riwayatnya, tari bersama ini diciptakan oleh seorang kepala suku Dayak Kenyah di Apo Kayan yang bernama Nyik Selung, sebagai tanda syukur dan kegembiraan atas kelahiran seorang cucunya. Kemudian tari ini berkembang ke segenap daerah suku Dayak Kenyah.

13.  Tari Ngerangkau

Tari Ngerangkau adalah tarian adat dalam hal kematian dari suku Dayak Tunjung dan Benuaq. Tarian ini mempergunakan alat-alat penumbuk padi yang dibentur-benturkan secara teratur dalam posisi mendatar sehingga menimbulkan irama tertentu.

14.  Tari Baraga' Bagantar

Awalnya Baraga' Bagantar adalah upacara belian untuk merawat bayi dengan memohon bantuan dari Nayun Gantar. Sekarang upacara ini sudah digubah menjadi sebuah tarian oleh suku Dayak Benuaq.

 

Seni Musik

Tidak jauh beda dengan seni tari, seni musik suku Dayak didominasi musik-musik ritual. Musik itu merupakan alat berkomunikasi dan menyampaikan pesan kepada roh-roh.

Beberapa jenis alat musik suku Dayak adalah prahi, gimar, tuukng tuat, pampong, genikng, glunikng, jatung tutup, kadire, klentangan, dan lain-lain. Masuknya Islam memberi pengaruh dalam seni musik Dayak, dengan dikenalnya musik tingkilan dan hadrah. Musik Tingkilan menyerupai seni musik gambus dan lagu yang dinyanyikan disebut betingkilan yang berarti ‘bersahut-sahutan’. Dibawakan oleh dua orang pria-wanita dengan isi lagu berupa nasihat, pujian, atau sindiran.

Berikut adalah beberapa kesenian musik suku Dayak

1.      Ngendau

Ngendau ialah senda gurau yang dilagukan. Biasanya dilakukan oleh para remaja baik laki-laki ataupun perempuan secara bersaut-sautan.

2.      Kalalai-lalai

Kalalai-lalai ialah nyanyian yang disertai tari-tarian Suku Dayak Mamadi daerah Kotawaringin.

3.      Natum

Natum ialah kisah sejarah masa lalu yang dilagukan.

4.      Natum Pangpangal

Natum Pangpangal ialah ratap tangis kesedihan pada saat terjadi kematian anggota keluarga yang dilagukan.

5.      Dodoi

Dodoi ialah nyanyian ketika sedang berkayuh diperahu atau dirakit.

6.      Dondong

Dondong ialah nyanyian pada saat menanam padi dan memotong padi.

7.      Marung

Marung ialah nyanyian pada saat upacara atau pesta besar dan meriah.

8.      Ngandan

Ngandan ialah nyanyian yang dinyanyikan oleh para lanjut usia yang ditujukan kepada generasi muda sebagai pujian, sanjungan dan rasa kasih sayang.

9.      Mansana Bandar

Mansana artinya cerita epik yang dilagukan. Bandar ialah nama seorang tokoh yang sangat dipuja dizamannya. Bandar hidup di zaman lewu uju dan diyakini bahwa tokoh Bandar bukan hanya sekedar mitos. Hingga saat ini orang-orang tertentu yang bernazar kepada tokoh Bandar. Keharuman namanya karena pada kepribadiannya yang sangat simpatik dan menarik, disamping memiliki sifat kepahlawanan dan kesaktian yang tiada duanya. Banyak sansana tercipta untuk memuji dan mengagungkan tokoh Bandar ini, namun dengan versi yang berbeda-beda.

10.   Karunya

Karunya ialah nyanyian yang diiringi suara musik sebagai pemujaan kepada Ranying Hatala. Dapat juga diadakan pada saat upacara pengangkatan seorang pemimpin mereka atau untuk menyambut kedatangan tamu yang sangat dihormati.

11.  Baratabe

Baratabe ialah nyanyian untuk menyambut kedatangan pada tamu.

12.  Kandan

Kandan ialah pantun yang dilagukan dan dilantunkan saut menyaut baik oleh laki-laki atau perempuan dalam suatu pesta perkawinan. Apabila pesta yang diadakan untuk menyambut tamu yang dihormati maka kalimat-kalimat yang dilantunkan lebih bersifat kalimat pujian, sanjungan, doa dan harapan mereka pada tamu yang dihormati tersebut. Tradisi ini biasa ditemukan pada Suku Dayak Siang atau Murung di Kecamatan Siang dan Murung, Kabupaten Barito Hulu.

13.  Dedeo atau Ngaloak

Dedeo atau Ngaloak sama dengan Kandan hanya istilahnya saja yangberbeda, karena Dedeo atau Ngaloak adalah tradisi Suku Dayak DusunTengah didaerah Barito Tengah, Kalimantan Tengah.

14.  Salengot

Salengot ialah pantun berirama yang biasa diadakan pada pesta pernikahan, namun dalam upacara kematian Salengot terlarang oleh adat untuk dilaksanakan. Salengot khusus dilakukan oleh laki-laki dalam menceritakan riwayat hingga berlangsungnya pernikahan kedua mempelai tersebut.

Alat musik yang biasa terdapat di dalam kebudayaan Suku Dayak adalah sebagai berikut :

1.      Garantung

Garantung adalah gong yang terdiri dari 5 atau 7 buah, terbuat dari tembaga.

2.      Sarun

Sarun ialah alat musik pukul yang terbuat dari besi atau logam. Bunyi yang dihasilkan hanya lima nada.

3.      Salung

Salung sama dengan Sarun, tetapi Salung terbuat dari bambu.

4.      Kangkanung

Kangkanung ialah sejenis gong dengan ukuran lebih kecil berjumlah lima biji, terbuat dari tembaga.

5.      Gandang Mara

Gandang Mara ialah alat musik perkusi sejenis gendang dengan ukuran setengah sampai tiga per empat meter. Bentuki silinder yang tewrbuat dari kayu dan pada ujung permukaan di tutup kulit rusa yang telah di keringkan. Kemudian di ikat rotan agar kencang dan lebih kencang lagi diberi pasak.

 

Seni Drama

Drama tradisional ditemukan pada masyarakat Kutai dalam bentuk kesenian Mamanda. Drama ini memainkan lakon kerajaan dan dimainkan dalam upacara adat seperti perkawinan atau khitanan. Bentuk pementasannya menyerupai ludruk atau ketoprak.

 

Seni Rupa

Seni rupa Dayak terlihat pada seni pahat dan patung yang didominasi motif-motif hias setempat yang banyak mengambil ciri alam dan roh dewa-dewa dan digunakan dalam upacara adat. Ada macam-macam patung dengan ragam fungsi, di antaranya sebagai berikut.

Patung azimat yang dianggap berkhasiat mengobati penyakit.Patung kelengkapan upacara.Patung blontang, semacam patung totem di masyarakat Indian. Selain itu, seni rupa Dayak terlihat pada seni kriya tradisional seperti kelembit (perisai), ulap doyo (kain adat), anjat (tas anyaman), bening aban (kain gendongan), seraong (topi), dan lain-lain. Kesenian suku Dayak adalah bagian dari kekayaan budaya Nusantara yang layak dibanggakan.

 

G.     Makanan Khas Suku Dayak

Juhu Kujang Makanan Khas Suku Dayak - Sebagai sebuah suku yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, makanan khas dayak sangat dipengaruhi oleh bahan-bahan yang tersedia di sekitar hutan. Beberapa makananDayak tradisional yang masih menggunakan bahan tradisional seperti: sayur rotan muda (juhu singkah) dan juhu kujang ( gulai keladi). Untuk itu sekarang saya akan coba hadirkan juhu kujang sebagai salah satu makanan khas dayak.

Juhu kujang adalah makanan yang berbahan dasar keladi, Gulai keladi diberi santan. Terkadang keladi bila dimasak terasa gatal, maka untuk menghilangkannya keladi dibersihkan, direbus dengan diberi garam secukupnya hingga mendidih dan kemudian airnya dibuang. Setelah itu ikan yang telah dicampur bumbu-bumbu, santan kelapa, keladi, ditambahkan daun nangka muda yang telah dipotong kecil-kecil tujuh lembar lalu diletakkan di atas api hingga matang. Apabila daun nangka muda tidak ada, penghilang gatal dapat diganti kerak nasi.

 

H.    Rumah Adat Suku Dayak

Suku terbesar di Indonesia yaitu suku Dayak, suku yang menempati pulau terbesar di Indonesia ini. Suku Asli pulau Kalimantan ini mempunyai adat dan budaya kental dan khas dan cukup terkenal di dunia.

Salah satu budaya suku dayak bisa kita lihat dari karya seni mulai ukiran sampai motif dayak, nah kali ini kita membahas tentang arsitektur bangunan Rumah Betang. Rumah Betang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan.

Suku Dayak hidupnya berkelompok, membentuk koloni dari anggota keluarga mereka. Dengan gaya hidup berkelompok tersebut sangat mempengaruhi bentuk dan besar dari rumah mereka.

Perkampungan suku dayak tersebar pada daerah hulu sungai, dimana sungai merupakan jalur transportasi utama bagi suku Dayak untuk melakukan berbagai mobilitas kehidupan sehari-hari seperti bekerja ke ladang dimana ladang suku Dayak biasanya jauh dari pemukiman penduduk, atau melakukan aktifitas perdagangan hasil kebun.

Bentuk dan besar rumah Betang ini bervariasi, itu tergantung seberaba besar dan banyak keluarga mereka. Kaluarga besar suku Dayak biasanya tinggal dalam satu atap / satu rumah, oleh karena itu ada rumah Betang yang bisa mempunyai panjang mencapai 150 meter dan lebar hingga 30 meter bahkan ada yang lebih. Umumnya rumah Betang di bangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga sampai lima meter dari permukaan tanah. tujuan dari rumah panggung tersebut untuk mengantisipasi datangnya banjir pada musim penghujan karena sering sungai meluap dan terjadii di daerah-daerah hulu sungai di Kalimantan.

Beberapa unit pemukiman bisa memiliki rumah Betang lebih dari satu buah tergantung dari besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian tersebut. Mereka hidup bersama dan berkelompok dalam satu rumah secara turun menurun, setiap rumah tangga (keluarga) menempati satu bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah Betang yang besar tersebut, di samping itu pada umumnya suku Dayak juga memiliki rumah-rumah tunggal yang dibangun sementara waktu untuk melakukan aktivitas perladangan, hal ini disebabkan karena jauhnya jarak antara ladang dengan tempat pemukiman penduduk. Rumah adat suku Dayak ini masih dapat kita temui di pedalaman Kalimantan hingga kini.

 

I.       Pakaian Adat Dayak

Pakaian adat untuk wanita disebut Ta a dan pakaian untuk pria disebut sapei sapaq. Biasanya pakaian adat itu mereka kenakan saat acara besar dan untuk menyambut tamu agung.

 

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

 

A.    Kesimpulan

Berdasarkan paparan dan analisis data pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diangkat yaitu antara lain:

1.      Sebagian masyarakat suku dayak pada dasarnya masih sangat menghargai kebudayaan tersebut dan juga sangat menghormati leluhur mereka, karena dalam kehidupan mereka sangat percaya pada leluhur mereka, apapun yang ditinggalkan oleh leluhur mereka itulah yang wajib dikerjakan dan mereka beranggapan bahwa bila ini tidak dijalankan maka aka nada bencana bagi keluarga mereka dan juga orang yang ada disekitar mereka .

2.      Sistem kekerabatan suku dayak yaitu menggunakan system parental ( ayah dan ibu)

 

B.     Saran

Sebagai warga Negara Indonesia kita perlu mengetahui kebudayaan-kebudayaan yang ada di Negara kita sendiri. Kadang kita lebih mengenal budaya yang ada di Negara barat melainkan budaya kita sendiri. Salah satu budaya dari Negara kita adalah budaya suku dayak . Tentu bukan hanya budaya dayak yang ada di negara Indonesia, melainkan masih banyak budaya-budaya yang belum kita ketahui . Maka dari itu kita harus mengenal budaya kita sendiri mulai memberikan wawasan kepada anak-anak sejak dini agar memahami beragam budaya yang ada di Negeri tercinta ini.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

http://id.wikipedia .org/wiki/Suku_Dayak_Bakumpai

http://protomalayans.blogspot.com/2012/06/suku-dayak-bakumpai.html

http://www.anneahira.com/suku-sakai.htm

http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2288/the-sakai-traditional-marriage-ceremony

http://www.wisatamelayu.com/id/news/11975-Suku-Sakai-Diminta-Lestarikan-Budaya

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar